Beranda | Artikel
Terlalu Banyak Mengkritik Anak
Selasa, 10 September 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Terlalu Banyak Mengkritik Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 6 Rabiul Awal 1446 H / 10 September 2024 M.

Kajian Tentang Terlalu Banyak Mengkritik Anak

Jika pada poin sebelumnya adalah mengenai terlalu banyak menuntut, sikap ini juga tidak baik karena menjadi beban bagi anak. Manusia memiliki keterbatasan, begitu pula dengan anak-anak kita. Kadang-kadang, tuntutan orang tua lebih didasarkan pada ambisi atau keinginan pribadi, yang tidak selalu selaras dengan kemampuan anak. Ini akan menjadi beban yang berat bagi anak.

Seperti yang kita bahas sebelumnya, manusia memiliki keterbatasan, dan kita harus memahami kemampuan anak-anak kita, terutama saat mereka menginjak usia remaja. Tidak perlu memaksakan atau menuntut terlalu banyak, karena ketika harapan orang tua tidak tercapai, seringkali muncul rasa kecewa. Bahkan, orang tua bisa melontarkan kata-kata yang membuat anak semakin terbebani, seperti “Apa yang sudah kamu berikan untuk orang tua?” atau “Ayah dan Ibu sudah banyak berkorban untukmu.” Kalimat-kalimat seperti ini hanya akan menambah tekanan pada anak, sementara orang tua mungkin tidak memberikan arahan yang konstruktif.

Setiap orang tua wajib mengetahui kapasitas dan kemampuan anak-anak mereka, terutama di usia remaja, ketika anak mulai fokus pada satu bidang tertentu yang mungkin menjadi kelebihannya. Inilah fase pencarian jati diri. Ada ungkapan, “Tempatkanlah manusia sesuai dengan kedudukannya,” yang berarti bahwa orang tua harus memahami potensi dan keterbatasan anak, agar dapat membimbing mereka dengan tepat. Hal ini penting untuk menghindari tekanan berlebihan pada anak dan mengurangi risiko kekecewaan bagi orang tua.

Sebelumnya kita telah membahas tentang jangan terlalu banyak menuntut, karena hal itu bisa menimbulkan sikap selalu mengkritik. Apa yang dilakukan anak mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi orang tua, sehingga muncul kritik demi kritik, tanpa memberikan solusi. Kritik yang asal bunyi atau asal-asalan ini disebut kritik negatif, yakni kritik yang tidak membangun.

Kritik yang membangun seharusnya tidak hanya sekadar mengomentari, tetapi juga memberikan gagasan dan membuka jalan bagi anak setelah kita mengetahui kemampuannya dan kelebihannya. Manusia, jika ditempatkan di tempat yang tepat, waktu yang tepat, dan situasi yang tepat, maka seluruh potensinya akan keluar secara maksimal. Namun, jika waktu dan tempatnya tidak tepat, potensi tersebut bisa tersia-siakan, sehingga yang muncul justru hal-hal negatif dan kontraproduktif. Anak yang tampaknya tidak mampu apa-apa mungkin sebenarnya memiliki banyak kemampuan, hanya saja karena ditempatkan di waktu dan tempat yang salah, potensinya tidak terlihat.

Inilah kewajiban para pendidik, yaitu mengenali bakat dan menempatkan anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Seperti yang tercermin dalam riwayat Zaid bin Tsabit, seorang sahabat muda yang bakatnya dikenali oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi menempatkan Zaid pada tempat yang tepat, sehingga potensinya bisa dimaksimalkan. Dari sana, Zaid bin Tsabit dapat mengeluarkan yang terbaik dari dirinya.

Manusia dapat berprestasi, dan kita harus meyakinkan anak-anak, terutama yang berada di usia remaja, bahwa mereka juga mampu berprestasi dengan kemampuan yang dimiliki.

Maka jangan bandingkan anak dengan anak lain, karena setiap anak memiliki bakat, bidang, dan kemampuan yang berbeda. Setiap orang telah Allah beri keistimewaan, meskipun dengan kekurangan yang dimilikinya. Bahkan, orang cacat pun memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang normal. Jika orang cacat saja memiliki kelebihan, bagaimana dengan anak-anak kita yang normal? Hanya saja, sering kali pendidiknya tidak mampu mengenali sisi-sisi positif pada anak-anak didiknya.

Akibatnya, muncul sikap selalu mengkritik. Kritik sering kali muncul karena rasa kecewa, baik kecewa dengan hasil maupun proses yang dilakukan. Orang tua yang kecewa dengan anaknya cenderung mengkritik. Mereka melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan atau pandangan mereka, lalu melontarkan kritik.

Yang diperlukan oleh anak bukanlah kritik yang berlebihan, melainkan bimbingan dan pengarahan. Kita tidak perlu terlalu over dalam melontarkan kritik, apalagi yang asal-asalan. Orang tua sering kali mengkritik hanya karena kebiasaan, tanpa mempertimbangkan dampaknya. Kadang kritik tersebut terdengar seolah-olah mengatakan, “Kamu tidak bisa, kamu tidak mampu.” Walaupun mungkin maksud orang tua tidak demikian, tapi yang ditangkap oleh anak justru adalah rasa diunderestimate atau dipandang tidak mampu. Padahal, mungkin anak tersebut sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi harapan orang tuanya. Sering kali, orang tua yang tidak bisa memberikan apresiasi kepada anak. Ketika anak gagal atau tidak berprestasi dalam pandangan orang tua, bukan berarti anak tersebut tidak mampu. Mungkin belum waktunya, atau dia berada di tempat yang salah.

Sikap seperti ini dapat meruntuhkan mental anak, sehingga apapun yang dilakukan anak tidak pernah membuat orang tua merasa puas. Anak akan selalu dianggap kurang, dan seolah-olah mengecewakan. Hal ini memengaruhi mental anak, terutama jika dia melihat orang tua selalu kecewa. Anak bisa berpikir, “Apakah saya ini anak yang tidak berguna?” Hal tersebut akan membuatnya berkecil hati dan menjatuhkan mentalnya.

Lebih buruk lagi jika ada unsur ketidakadilan dalam memperlakukan anak. Misalnya, ketika kritik hanya ditujukan kepada satu anak, sedangkan anak yang lain dibiarkan. Hal ini akan membuat anak merasa rendah diri, tidak percaya diri, dan berpikir bahwa dirinya tidak diharapkan atau tidak berguna. Kecemburuan pun bisa muncul di antara anak-anak.

Oleh karena itu, hindarilah hal-hal seperti ini. Lebih baik memberikan pengarahan dan bimbingan yang tepat. Orang tua harus berpikir lebih jauh, mungkin bidang yang diberikan bukanlah bakat atau kemampuan anak. Di sinilah tugas pendidik: menggali dan mengeksplorasi di mana letak kemampuan anak, bukan hanya menunjukkan ketidakpuasan, kekecewaan, atau kemarahan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54461-terlalu-banyak-mengkritik-anak/